Senin, 25 Desember 2017

Should I Take A Journey : Malang to Leces, Probolinggo

Liburan tahun baru baru saja lewat. Tidak istimewa sebenarnya, karena tanggal 1 Januari 2017 berada di hari Minggu. Bagi sebagian orang yang cuti bersama di tanggal 2 (Senin), itu adalah long weekend. Bagi saya yang Senin tetap masuk seperti biasa, itu adalah weekend biasa. Awal minggu terakhir di bulan Desember 2016 saya jalani seperti biasa. Kerja, ngecekin medsos, bingung mau makan malam apa, gitu-gitu terus. Apalagi si dedek lagi pekan sunyi sebelum UAS, jadi dia pulang ke Pacitan dan Malang terasa agak sepi.

Suatu malam, entah hari Selasa atau Rabu, saya melihat status BBM teman saya, teman baik saya sejak kuliah, kalau dia sedang libur dan pulang kampung ke Leces, Kabupaten Probolinggo. Ide untuk mengunjunginya tiba-tiba muncul, karena saat saya ke Jogja kemarin tidak bisa ketemu sama dia. Langsung saya utarakan, dan dia menyambut baik ide itu. Anggi, begitu saya biasa memanggilnya, bilang siap menampung saya di rumahnya. Weekend adalah satu-satunya pilihan karena libur saya memang cuma itu :D


Sabtu pagi, sekitar pukul 8.00, saya ke terminal Arjosari yang lokasinya cukup dekat dengan kos saya. Naik motor 5 menit juga sudah sampai. Motor kemudian saya titipkan di penitipan motor 24 jam yang ada banyak di sekitar terminal. Parkir menginap, tentu saja. Bayarnya sekitar Rp 10.000,- (saya lupa tepatnya. Kelamaan sih bikin ini tulisannya). Sebelumnya, teman saya sudah menyarankan untuk naik bus patas jurusan Jember saja, daripada saya harus oper bus di terminal Probolinggo. Leces sendiri letaknya memang di Kabupaten Probolinggo, sementara Terminal Bayuangga masuk di Kota Probolinggo. Jadi ada dua pilihan, naik bus Malang - Probolinggo, kemudian ganti bus jurusan Surabaya untuk ke Leces, atau langsung menggunakan bus patas Malang - Jember tapi turun di Leces. Mengingat saya jarang sekali main jauh pakai kendaraan umum sendirian, teman saya menyarankan yang kedua. Mungkin dia takut saya kesasar atau hilang hahaha.

Saya sedikit bingung untuk memilih bus, kemudian setelah beberapa teriakan dari para kondektur akhirnya saya naik ke bus patas NNR jurusan Jember. Tidak lama, bus berangkat. Saat membayar tiket, saya ikut harga ke Jember karena Leces berada di antara Probolinggo dan Jember. Rp 60.000,- seingat saya. Jika cuma sampai terminal Probolinggo, harganya + Rp 30.000,-. Saya duduk di samping seorang ibu yang mau ke Jember. Ibunya baik, banyak bercerita yang bisa dipetik hikmahnya. Saya cuma sempat tidur sebentar. Bus ini di terminal Probolinggo cuma berhenti sebentar, tidak ngetem, lalu melanjutkan perjalanan.

Foto 1. Tiket Bus AKAS NNR

Menurut ayah saya, buku tulis dari Pabrik Kertas Leces dulu cukup terkenal, seperti buku tulis Sinar Dunia sekarang ini. Saya turun di halte bus dekat Pabrik Kertas Leces (yang sekarang sudah gulung tikar) sesuai dengan saran Anggi, supaya mudah untuk dijemput. Anggi datang menjemput saya dengan motor Beat pinkeu. Ternyata rumah Anggi masih agak masuk dari jalan besar, tepatnya di Perumahan Leces Permai. Kedatangan saya disambut hangat, anggap saja rumah sendiri, begitu. Akhirnya saya bertemu langsung dengan Papa, Mama, adiknya Anggi (Ilman) dan sepupunya yang sudah sering saya dengar dari cerita Anggi. Daerah rumah Anggi cukup ramai dengan tetangganya yang lalu lalang. Sore hari, Ilman bermain ke lapangan naik sepeda, seperti umumnya anak-anak. Yah lumayanlah, saya jadi merasakan rumah (orang lain) setelah biasanya jadi anak kos (yang sebenarnya pulang hampir tiap bulan). Sore itu juga sempat ngobrol-ngobrol sama papanya Anggi sambil duduk-duduk di halaman yang teduh.

Foto 2. Gerbang Pabrik Kertas Leces

Malam harinya, kami bermaksud buat bakar-bakar berhubung lagi malam tahun baru Masehi. Ternyata nyalain apinya susah banget hahaha. Akhirnya cuma 2-3 buah jagung yang dibakar pake arang, sisanya pake teflon di dapur. Paling tidak dapat spirit tahun barunya lah ya :D Malamnya, saya tidur sama Anggi. Sempat nonton 1 Night 2 Days satu episode, kemudian kami tidur. Acara besok? Anggi ingin mengajak saya ke BJBR, tapi kalau di rumah, Anggi tidak diizinkan bawa motor jauh-jauh, sementara BJBR (Bee Jay Bay Resort) berada di Pelabuhan Mayangan, Kota Probolinggo. Akhirnya saya tidak terlalu memikirkan hal tersebut, yang jelas besok itu saya harus sudah kembali ke Malang karena lusa masuk kerja.

Pagi hari pertama di tahun 2017, akhirnya Anggi diizinkan untuk mengantar saya ke BJBR sekaligus ke terminal untuk pulang, tapi kami tetap harus naik angkutan umum hahaha. Kami berjalan kaki dari rumah Anggi ke jalan besar (Jalan Raya Leces), jaraknya sekitar 500 meter. Saya melewati sekolah Anggi dulu, yaitu TK-SD-SMP-SMA Taruna Dra. Zulaeha. Sekolah ini sebenarnya merupakan bagian dari Pabrik Kertas Leces dan tetap berjalan meskipun pabriknya sudah berhenti beroperasi karena dikelola oleh Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan Keluarga Kertas Leces. Sekolah ini tergolong sekolah yang bagus di Probolinggo karena muridnya tidak hanya dari karyawan Pabrik Leces tapi ada siswa-siswa dari Kota Probolinggo juga. Dari cerita papanya Anggi kemarin, lulusan SMA Taruna Dra. Zulaeha tersebar di perguruan-perguruan tinggi top di dalam dan luar negeri. Wow.

Foto 3. Papan Nama Sekolah Taruna Dra. Zulaeha

Kami menunggu bus ke terminal di pinggir jalan. Bus-bus jurusan Surabaya banyak yang lewat, akhirnya kami naik ke bus Ladju dan berhenti di Terminal Bayuangga. Biayanya cuma Rp 5.000,- dengan perjalanan sekitar 10 menit. Lalu bagaimana caranya kami ke BJBR? Naik angkot. Ini pertama kalinya buat saya (sungguh memalukan), karena saya biasa naik motor ke mana-mana. Kami mencari angkot yang rutenya melewati Pelabuhan. Ada, kode F atau G saya lupa. Tapi masih kosong, jadi ngetemnya cukup lama. Setelah ada dua penumpang lagi selain kami berdua, angkot pun berangkat.

Foto 4. Dalam Angkot yang Melaju :D

Ternyata eh ternyata, si angkot ini nggak nganter sampai pelabuhan, cuma sampai di sebuah perempatan di mana banyak becak yang mangkal. Saya sedikit ragu untuk memakai satu becak untuk 2 orang, soalnya saya merasa kami berdua ini cukup berat hahaha. Kebetulan pak becaknya juga kelihatan sudah tua. Tapi karena Anggi bilang tidak apa-apa, akhirnya saya ikut naik. Eh baru mau naik, kami sudah hampir numplek karena posisi becaknya masih belum masuk ke jalan sepenuhnya, bagian belakang masih agak di pinggir jalan yang tanahnya lebih tinggi dari jalan. Saya sudah parno, tapi akhirnya kami berangkat juga dengan si bapak yang mengayuh pelan-pelan. Kejadian kedua adalah ketika melewati rel kereta api, mungkin si bapak kurang kuat memegang setir (?) becaknya, jadi tempat penumpangnya belok ke kiri dengan cepat ( istilah Jawa saya : monting), semacam mau jatuh juga. Astaghfirullah, deg-degan banget. Teratasi, kami jalan lagi. Pelan-pelan. Nah, di pertigaan tepat sebelum pintu masuk Pelabuhan Mayangan. ternyata macet berat. Becaknya nggak akan bisa masuk. Akhirnya saya dan Anggi memutuskan untuk jalan kaki saja dari situ.

Foto 5. Perjalanan ke Pelabuhan menggunakan becak

Maafkan kami yang berat ini pak

Setelah berjalan kaki sejauh kurang lebih 1 km, kami sampai di gerbang pelabuhan Mayangan. BJBR berada di dalam kompleks pelabuhan ini, berjalan sedikit dari gerbang pelabuhan tadi dan pintu masuk BJBR ada di kanan jalan. Tahun baru, berarti peak session. Harga tiket sedikit lebih mahal dari biasanya. Kami mendapatkan gelang plastik dan kalender 2017.

Foto 6. Tiket BJBR

Kami memilih untuk masuk ke kawasan mangrove terlebih dahulu.

Foto 6. Suasana Hutan Mangrove

Foto 7. Ada beginian, buat apa sih?
\
Semacam lounge. Di dalam area mangrove ini ada cottage-cottage. Kami haus, beli es krim. Mahal bos.

Wisata mangrove ini lebih ke wisata jalan-jalan saja, tidak begitu banyak attraction khusus. Setelah hampir menuju pintu keluar, barulah terlihat beberapa attraction yang sepertinya cukup menarik, tapi kami cukup melihat saja karena RAME BANGET. Menikmati pemandangan saja sudah cukup menyegarkan buat kami. 

Wahana Perahu Keliling
Tulisan I <3 BJBR yang rame banget


Toko Oleh-oleh


Area Gembok Cinta. Terjawab sudah pertanyaan saya di Foto 7 :D



Pintu Keluar area mangrove

Ada yang unik lagi! Masjid di tengah lautan. Wow! Keren ya! Tapi karena terlalu jauh, dan kami lihat juga ramai sekali, kami memutuskan untuk sholat di luar lokasi BJBR saja. Anggi mengusulkan untuk sholat dan istirahat di Masjid Agung Kota Probolinggo saja, sekalian jalan-jalan kan di alun-alun. Okelah, saya setuju.

Masjid di tengah laut. Unik!

Keluar dari area mangrove, terdapat semacam taman dengan bola dunia yang jadi ikonnya BJBR. Ada kolam renang berpancuran yang kebanyakan diisi sama bocah-bocah, ada area food court juga. Ada spot-spot yang asyik buat foto-foto. Lumayanlah.





Puas menikmati BJBR (yang semakin panas), kami kembali berjalan kaki ke luar. Lepas dari area pelabuhan Mayangan, sebenarnya kami berniat mencari becak lagi, namun yang pertama kali kami temui adalah becak motor (bentor). Malah enak sih haha, nggak khawatir bakalan njomplang lagi kan ya. Saya akan langsung pulang ke Malang, namun Anggi mengajak saya untuk sholat dan makan dulu di sekitar alun-alun Probolinggo (yang berseberangan dengan Stasiun Kota Probolinggo). Baiklah, saya manut saja.

Bye BJBR! Bye Pelabuhan Mayangan!

Bentor yang mengantar kami tidak berani menurunkan kami di dekat Masjid Agung, karena takut sama polisi (fyi bentor memang sering dirazia karena dia adalah motor yang dimodifikasi jadi becak bermotor). Tidak apa, akhirnya kami jalan dulu untuk makan Bakso Stasiun, yang kiosnya di pojokan Stasiun Probolinggo. Enak banget sih. Pantas ramai sekali. 

Habis makan siang dengan bakso, saya dan Anggi sholat di Masjid Agung, sambil istirahat setelah sholat. Siap-siap lagi, kemudian jalan-jalan sebentar di alun-alun. Sayang sekali saya tidak ada proofshot karena laptop tempat saya memback-up foto-foto lama rusak dan tidak bisa direcovery hiks. Baiklah, jadi setelah jalan-jalan sebentar tadi, kami kembali naik angkot ke terminal bus. Sudah waktunya saya kembali ke Malang.

Berbeda dengan saat berangkat, kali ini saya naik bus Ladju. Harga tiketnya Rp 30.000,- untuk Terminal Probolinggo sampai Malang. Busnya ber-AC juga, namun sepertinya agak lebih tua dari bus NNR yang saya naiki saat berangkat. Anggi menunggu saya naik ke bus dulu, baru dia pulang kembali ke Leces.

Tiket bus Probolinggo-Malang

Sejujurnya, saya itu agak takut naik bus sendirian, saya lebih suka naik kereta. Mungkin karena di masa lalu HP saya pernah jatuh dan hilang di bus. Tapi tidak bisa dipungkiri kalau bus itu juga termasuk angkutan yang cukup ramah di kantong bila dibandingkan dengan moda transportasi umum lainnya. Yang jelas, untuk kunjungan kali ini saya berterimakasih sekali kepada Anggi dan keluarga yang telah saya repotkan.



NB : Ketika saya mempost tulisan ini, ayah Anggi yang sempat ngobrol dengan saya telah dipanggil ke Rahmatullah. Jadi kunjungan kedua saya ke Leces adalah saat bertakziah ke tempat Anggi. Mohon doanya agar ayah Anggi diberikan tempat terbaik di sisi Alloh. Al-Fatihah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar