Ada seseorang, yang pernah mengisi hidupmu dengan bunga-bunga. Seseorang yang tersenyum karenamu, sekaligus membuatmu tersenyum. Seseorang yang pernah mengayuh sepeda bersamamu, pulang sekolah bersamamu, bertukar pesan lewat SMS denganmu, dan yang terasa istimewa dalam hidupmu.
Lalu waktu, lalu pengetahuan baru, lalu beragam alasan lain merubah semua itu. Berubah status, berubah hubungan, berubah canggung. Selama beberapa waktu, kecanggungan itu belum sirna. Sampai di suatu titik, yang sepenuhnya atau sebagian besarnya lupa pada masa lalu di antara kalian. Saat itu, ada dua pilihan, putus kontak dan melanjutkan hidup dengan label teman. Apabila memilih putus kontak, selesai urusan. Masa bodoh. Bodo amat.
Ketika kalian memilih melanjutkan hidup sebagai teman, maka mau tidak mau hidup kalian akan berlanjut dengan masih bersinggungan. Meskipun begitu, itu bukan masalah besar. Dia, mantanmu itu, malah bisa menjadikanmu teman curhat yang hebat, yang bisa menggarisbawahi kesalahannya dengan tepat. Semua berjalan seperti biasa. Hidup yang normal dengan teman-temanmu, termasuk dia.
Kemudian undangan itu datang. Darinya, yang akan menikah dengan kekasihnya sejak lama, yang juga kamu kenal orangnya. Kamu ikut bahagia, tentu saja, dengan ketulusan jiwa yang benar-benar nyata. Dia yang berantakan dan sedikit tidak jelas hidupnya akan mendapat tanggung jawab baru, serta arah hidup baru bersama orang yang
sepertinya dicintainya.
Jauh di dalam hatimu, di sisi yang lain, ada iri yang menelisip. Kenapa orang yang pernah bersamamu melihat bunga-bunga di masa lalu itu, sudah mendapatkan jalan yang tepat untuk dilalui dengan orang yang terbaik baginya? Sementara dirimu, melihat sosok belakang orang yang cocok bagimu saja belum pernah. Kamu masih asyik melihat kanan dan kiri, berharap seseorang akan menjadi yang terbaik untukmu suatu hari nanti.
Hari itu, saat kamu melihat dia bersanding dengan orang yang dipilihnya, bersanding mesra di pelaminan, ada campur aduk perasaan yang berkecamuk dalam hatimu. Ikut bahagia, namun iri, namun senang, namun merasa ditinggal, namun sedikit bangga. Dan giliranmu berfoto tiba. Kamu memberikan senyum, ucapan, dan doa terbaik baginya, bagi orang yang dipilihnya, bagi kehidupannya selanjutnya.
Juga berdoa, untuk masa depanmu sendiri yang belum pasti.